Widget HTML Atas

Makalah tentang Shalat

 


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Shalat fardhu merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh semua umat muslim sebagai tanda dari kepatuhan, ketaatan, dan ketundukan seorang hamba kepada perintah Allah Swt dengan rukun dan syarat yang melekat di dalamnya. Dalam pelaksaan rukun dan syarat shalat yang terpenuhi agar shalat dapat dikatan sah. 

Materi shalat fardhu merupakan bagian penting yang mesti menjadi pembelajaran siswa, sebab tanpa pemahaman materi shalat fardhu yang benar dan baik maka siswa bisa melakukan atau melaksanakan shalat fardhu secara baik dan benar. Sebaliknya apabila materi shalat fardhu baik maka siswa dapat melakukan shalat fardhu tersebut dengan baik dan benar. 

Shalat fardhu lima waktu merupakan ibadah makhtubah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat muslim sebagai bukti dari ketaatan, ketundukanm dan kepatuhan pada perintah Allah Swt dengan syarat dan ruku yang melekat di dalamnya. Disisi lain pemahaman bahwa dasar dan tujuan pencintaan manusia di muka bumi ini adalah beribadah kepada Allah Swt selaku sang Khalik yang Maha Esa.[1]

Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk yang paling sempurna yaitu sholat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukaan. Selain itu juga bagi kaum fanatis yang tidak menghargai tentang arti khilafiyah, dan menganggap yang berbeda itu yang salah. Oleh karena itu mari kita kaji bersama tentang arti shalat, dan cara mengerjakannya serta beberapa unsur didalamnya. Dalam pembahasan kali ini juga di paparkan sholat dan macamnya. 

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslim yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukmin maupun dalam keadaan perjalanan. Shalat termasuk rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam). Dalam satu hari satu malam shalat didirikan sebanyak lima kali yang semuanya berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah. Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat wajib kaitannya dengan kehidupan sehari – hari.[2]

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan masalah sebagai berikut: 
1. Apakah pengertian shalat? 
2. Apa yang menjadi dasar hukum shalat? 
3. Apakah tujuan shalat?
4. Bagaimana kedudukan shalat?
5. Apa saja syarat-syarat sah shalat?
6. Apa saja rukun shalat
7. Apa saja sunah-sunah shalat?
8. Apa saja hal-hal yang membatalkan shalat?

C. Tujuan

Tujuan Penulisan makalah ini agar kami selaku penyusun mengetahui bagaimana segala hal tentang shalat baik pengertian, rukun, sunat dll, kemudian agar menambah wawasan serta terus menuntun ilmu dan mengamalkan dengan baik terkhusus bagi penyusun dan para pembaca serta menjadi referensi bagi penulis – penulis berikutnya.

D. Manfaat

Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap pembaca mendapatkan manfaat. Manfaat makalah ini dibuat agar para pembaca mengetahui pengertian, rukun, syarat sah, dan pelaksanaan shalat, dll. Semoga penulis dan pembaca senantiasa memperbaiki pelaksanaan shalat demi kebaikan kita semua. 

 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat

Pengertian shalat dari segi bahasa Arab As-sholah, sholat menurut Bahasa atau Etimologi memiliki arti Doa dan secara terminologi atau istilah, para ahli fiqh mengartikan secara lahir dan hakiki. Berdasarkan lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.

Adapun secara hakiki artinya berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang menghadirkan rasa takut kepadaNya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesaranNya atau mendhohirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau kedua-duanya.[3]

Sebagaimana perintah-Nya dalam surah al-Ankabut ayat 45:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى 
عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."[4]

Shalat adalah rukun Islam yang kedua dan shalat juga merupakan rukun yang sangat ditekankan 
(utama) sesudah dua kalimat syahadat.[5] Telah disyari’atkan sebagai sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah.[6] Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah: zikir kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a, tasbih, dan takbir.[7] Shalat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah Swt telah menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul pada malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu menunjukkan keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah.

Shalat merupakan penghubung seorang hamba dengan penciptanya, dan shalat adalah menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah Swt. Maka dari itu, shalat bisa menjadi media untuk permohonan, meminta pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.[8] 

Shalat memiliki sisi lahir dan sisi batin. Bentuk lahiriyah shalat adalah: gerakan-gerakan dalam shalat yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Adapun bentuk batiniah shalat adalah: ikhlas, kehadiran hati, berzikir kepada Allah, memberi hormat kepada-Nya, bergantung kepada wujud yang abadi serta meleburkan diri dalam zat yang Maha Esa dan berdiri dihadapan keagungan dan kebesaran-Nya.[11] 

B. Dasar Hukum Shalat

Berdasarkan dari beberapa firman Allah SWT yang terkandung dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf wajib melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam.[9]  Sebagaimana firman Allah SWT, di bawah ini: 

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(QS. an-Nisa’:103)

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Artinya: "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. Al- Baqarah: 238)

Terdapat juga dalam hadits Rasulullah SAW, di antaranya:[10]

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya: "Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan”. (HR Bukhari, no. 8).

C. Tujuan Shalat

Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang  tidak dapat ditandingi oleh ibadah manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan shalat. Adapun tujuan didirikan shalat menurut al- Qur‟an dalam surah al- Ankabut ayat 45
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.al- Ankabut: 45)

Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan , maka mereka tidak akan berbuat jahat.

D. Kedudukan Shalat

Salat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam, yaitu fardhu yang dituntut dari semua hamba setelah iman. Shalat itu pendahuluan bagi semua fardhu dan ibadah. Sementara beberapa manusia melupakan dan malas dalam melaksanakan shalat.

 Salah satu hadist juga menunjukan kedudukan salat yaitu: 
Warta diriwayatkan dari Ummu Farwah wanita Ansor yang ikut membaiat Nabi, ia berkata: “Nabi SAW pernah ditanyai perbuatan/amal yang paling utama” Nabi berkata : “yaitu salat di awal waktunya” 

Selain itu shalat juga mempunyai kedudukan yang menjadi penentu, yaitu menentukan diterima atau tidaknya amalan manusia. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadist: 
“Sesungguhnya amal manusia yang paling pertama kali dihisab (diperiksa) pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya diterima, maka diterima pula amalnya yang lain. Dan jika shalatnya ditolak, maka ditolak pula amalnya yang lain.” (HR Thabrani) 

Shalat mulai diwajibkan ketika saat Nabi Muhammad Saw melaksanakan isra mi’raj, ketika 1 tahun sebelum Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Pada awalnya shalat yang diwajibkan kepda umat Nabi Muhammad Saw sebanyak 50 kali dalam sehari semalam. Akan tetapi, atas saran Nabi Musa As, beliau memohon keringanan kepada Allah sehingga shalat menjadi 5 kali sehari semalam.

Shalat merupakan ibadah yang menjadi pembeda antara orang muslim dengan orang kafir. Melaksanakan shalat adalah bagian dari iman, sedangkan orang yang meninggalkan shalat adalah kekafiran dan perbuatan tersebut melampaui batas.[12] 

لا دين لمن لا صلاة له

Artinya: “Tidak ada agama (Islam) bagi mereka(orang) yang tidak mendirikan shalat.”

و لا حظ في الإسلام لمن ترك الصلاة

Artinya: “Tidak ada bagian dari Islam untukbagi mereka(orang) yang meninggalkan shalat.”

E. Syarat Wajib Shalat

1. Muslim.[13] 

Syarat pertama wajib melaksanakan ialah islam. Shalat tidak wajib dilaksanakan oleh orang kafir, karena harus di dahulukannya dua kalimat syahadat merupakan syarat dalam perintah shalat, berdasarkan dalil-dalil berikut: hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ

رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Artinya :“Abdullah putra Umar ibnu Khaththab r.a. berkata, “bahwa Rasulullah SAW bersabda: aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersyahadat bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan itu, maka berarti mereka telah memelihara jiwa dan harta mereka dariku, selain dikarenakan hak Islam, sedang hisab mereka terserah kepada Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 25 dan Muslim, no. 21][14,15]

2. Berakal

Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif (beban syari’at) dari Allah Ta’ala. Hukum-hukum syari’at tidak berlaku bagi orang yang tidak menerima taklif seperti pada orang gila yang tidak memiliki akal.[16] Shalat tidak diwajibkan bagi orang gila atau akal tidak sehat karena Rasulullah SAW bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Artinya: “Pena diangkat dari tiga orang golongan: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia mimpi basah (baligh) dan dari orang gila hingga ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).[17]

3. Baligh

Jadi, shalat tidak di wajibkan jika anak masih kecil hingga ia baligh.[18] Karena Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya: Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya berkata : Rasulullah SAW, bersabda : Suruhlah anak-anak kecil kamu melakukan  sembahyang  pada  (  usia  )  tujuh  tahun,  dan  pukullah mereka ( bila lalai ) atasnya pada ( usia ) sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur . ( H.R. Ahmad dan Abu Daud )

4. Bersih dari darah haid dan darah nifas
Terdapat pengecualian bagi wanita yaitu shalat tidak diwajibkan kepada wanita yang sedang mengalami masa haid dan wanita yang mengalami masa nifas, hingga kedua bersih dari kedua darah tersebut.[19] 

F. Syarat Sah Shalat

1. Waktunya telah tiba
Jadi, shalat tidak di wajibkan sebelum waktunya tiba, Ketetapan waktu adalah pembatasan. Allah SWT dengan menentukan waktu-waktu shalat. Artinya, Allah SWT menentukan waktu-waktu shalat di sepanjang rentang waktu. Kaum Muslimin telah berijma’ bahwa shalat lima waktu itu memiliki waktu-waktunya yang khusus dan terbatas, shalat tidak diterima jika dilakukan sebelum waktunya.

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a berkata, “shalat mempunyai waktu-waktu yang telah dipersyaratkan oleh Allah. Maka shalat dikatakan tidak sah, melainkan dengan syarat itu. Maka, shalat wajib dilakukan ketika waktunya telah tiba.

Dalam melaksanakan kewajiban shalat, kaum muslimin terikat pada waktu-waktu yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Sebagai konsekuensi logisnya bahwa shalat tidak dapat dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi pelaksanaan shalat harus sesuai atau berdasarkan dalil-dalil yang ada, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits. Jadi shalat tidak bisa dikatakan sah jika dilaksanakan tidak pada waktunya.[20] 

2. Suci dari hadas besar serta hadas kecil. 
Yang dimaksud dengan hadasnbesar ialah keadaan diri seseorang tidak bersih dan baru dinyatakan bersih apabila ia telah mandi, yaitu perempuan yang baru selesai haid dan nifas, laki-laki atau perempuan selesai bersetubuh, keluar mani dan baru masuk Islam.[21] 

Sedangkan hadas kecil ialah keadaan diri seseorang dalam sifat tidak bersih dan baru menjadi bersih bila ia telah berwudhu’ ketika: bangun dari tidur, keluar sesuatu dari badan melalui dua jalan (keluar angin, kencing atau buang air besar), dan lain-lain.[21] 

3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis. 
Orang yang shalat seharunya menjaga kebersihan badannya, pakaiannya dan tempat shalatnya dari najis. Yang disebut najis itu adalah setiap kotoran seperti urine dan tinja dan segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi seperti: darah, khamar dan lainnya. Kotoran yang melekat di badan atau pakaian atau tempat shalat harus dibersihkan dengan air.[22] 

4. Menutup aurat
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, sedangkan aurat perempuan seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan.[23] 
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)

Yang dimaksud “pakaian” pada ayat ini adalah pakaian yang dikenakan saat shalat. Jadi, tidak sah shalat seseorang apabila auratnya terbuka, sebab hiasan dalam pakaian adalah pakaian yang menutupi aurat. Rasulullah SAW pernah ditanya tentang shalatnya wanita dengan menggunakan baju besi dan kerudung tanpa kain luar, maka beliau bersabda, “jika baju besi menutupi bagian luar kedua telapak kakinya, maka boleh”.

5. Menghadap Kiblat
Menghadap kiblat (ka’bah), sebab shalat tidak sah tanpa menghadap kiblat.

G. Rukun Shalat

Rukun shalat adalah sesuatu yang harus dikerjakan dalam pelaksanaan shalat. Apabila rukun shalat ini tidak dilakukan maka shalatnya dianggap tidak sah. Jadi pada intinya rukun shalat hukumnya wajib dikerjakan. Rukun atau fardhu shalat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam shalat yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak sah.[24] 

Dalam mazhab Imam Syafi'i shalat dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini sifatnya ilmiah serta
memudahkan untuk kaum muslimin untuk mempelajari dan mengamalkannya. Rukun shalat itu ada 13 perkara, yaitu sebagai berikut:[24] 
1. Niat, adalah sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal) pekerjaan tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).
2. Berdiri tegak bagi yang sanggup, berdiri bisa duduk bagi yang lemah, diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit dan betis kaki kiri, sedangkan yang kanan tegak).
3. Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang dapat mengucapkan dengan lisannya: “Allahu Akbar”
4. Setiap rakaat wajib atau harus membaca surat Al-Fatihah. Kemdian setelah membaca surat Al-Fatihah  dilanjutkan dengan disunnahkan untuk membaca surat lainnya dalam Al-Qur’an pada rakaat pertama dan kedua. Pada rakaat ketiga dan keempat cukup membaca surat Al-Fatihah.
5. Ruku’, hendak dilakukan bagi yang kuat adalah berdiri, badan lurus pada ruku’nya, meletakkan kedua tangan pada kedua lutut, sekiranya membungkuk tanpa tegap dengan kadar telapak kedua tangan mencapai lutut, kalau berkehendak meletakkan tangan pada lutut. Bagi yang tidak bisa melakukan ruku’, maka hendaknya membungkuk atau sesuai dengan kesanggupan fisiknya atau hanya isyarat kedipan mata. Standar sempurnanya ruku’ dalam shalat adalah meluruskan punggung rata dengan lehernya, seperti satu papan, dan kedua tulang betis dalam posisi tegak lurus, tangan memegang kedua lutut. Serta harus Tuma’ninah, tenang sebentar setelah bergerak dalam ruku’.
6. Bangkit dari ruku’ kemudian I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.
7. Sujud dua kali, untuk setiap rakaat, sebaiknya bagian dahi mukanya menempel pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang sempurna yakni ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua lutut, lalu kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta tuma’ninah dalam sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut kadar beratnya kepala.
8. Duduk diantara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku untuk yang shalatnya dalam keadaan berdiri, duduk ataupun telentang (berbaring). Serta tuma’ninah, sewaktu duduk di antara 2 sujud.
9. Duduk tasyahud akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
10. Membaca tasyahud, ketika sedang duduk tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
12. Mengucapkan salam  setelah tasyahud akhir (seraya menoleh ke arah kanan lalu ke kiri) hukumnya wajib dan masih dalam keadaan duduk.
13. Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut dengan berurutan.

I. Hal Yang Membatalkan Shalat

Adapun hal – hal yang membatalkan shalat sebagai berikut:
1. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan.
2. Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
3. Berbicara dengan sengaja.
4.  Banyak bergerak dengan sengaja.
5. Makan dan minum
6. Menambah rukun fi.li, seperti sujud tiga kali.
7. Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan shalat.
8. Mendahului imam sebanyak 2 kali, khusus bagi ma‟mum

 BAB III PENUTUP

Shalat merupakan inti atau penentu dari segala ibadah  serta tiang agama,dengan Shalat agama bisa tegak dengannya pula agama bisa runtuh. Sholat memiliki dua unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah. Unsur dzohiriyah merupakan yang berhubungan dengan perilaku berdasar pada gerakan shalat itu sendiri, sedangkan unsur yang bersifat batiniyah adalah sifatnya tidak nampak atau tersembunyi dalam hati karena hanya Allah-lah yang dapat menilainya. 

Ada berbagai macam shalat yaitu shalat sunnah, ada juga shalat fardhu yang telah ditetapkan waktunya. Khilafiyyah kaum muslimin tentang shalat adalah hal yang biasa karena rujukan dan pengkajiannya semuanya diambil dan bersumber dari Al-Qur'an dan hadist, hendaknya perbedaan tersebut menjadi hikmah keberagaman umat islam. Saran sebaiknya sebagai umat islam yang baik kita senantiasa mendirikan shalat dan memperbaiki tatalaksanan shalat kita , dan menghidupkan sunah rosul dan dilakukan sesuai yang dicontohkan rosul.

DAFTAR PUSTAKA
1. Zaitun, Habiba S. 2013. Implementasi Sholat Fardhu sebgai Sarana Pembentuk Karakter Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Jurnal Pendidikan Agama. Riau. 11(2).
2. Handayani LS. Macam-Macam dan Pelaksanaan Shalat. Banteng. https://osf.io/d9wu2/download?format=pdf (diakses tanggal 19 Januari 2021).
3.  Rasjid, H. Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
4.  Al Qur’an dan Terjemah. Q.S Al-'Ankabut Ayat 45
5. Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Sifat Wudhu & Shalat Nabi
SAW, Penerjemah: Geis Umar Bawazier, (Jakarta: al-Kautsar, 2011), cet. ke-1, hal. 75.
6. Sentot Haryanto, Psikologi Shalat (Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleh-
oleh Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW), (Yogyakarta: 2007), cet. ke-5, hal. 59.
7. Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, Khairul
Amru Harahap dan Faisal Saleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. ke-1, hal. 277.
8. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta:
Amzah, 2009), h. 145.
9.  Syafrida dan Nurhayati Zein, Fiqh Ibadah, (Pekanbaru: CV. Mutiara Pesisir Sumatra, 2015), cet. ke-1, hal.76.
10. Abu Isma’il Muslim al Atsari. Lima Rukun Islam. https://almanhaj.or.id/2954-lima-rukun-islam.html (diakses tanggal 22 Januari 2021). 
11. Musthafa Khalili, Berjumpa Allah Dalam Shalat, (Jakarta: Zahra, 2006), hlm. 16.
12. Hakim Saifuddin M. Kedudukan Shalat dalam Islam(Bag.1). https://muslim.or.id/59192-kedudukan-shalat-dalam-islam-bag-1.html (diakses tanggal 23 Januari 2021). 
13. Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim (Minhajul Muslim), (Jakarta : PT. Darul Falah, 2000), cet. ke-1, hal. 301-302.
14. M. Nashiruddin al AlBani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), cet. ke-3, hal. 5.
15. Tausikal AM. Hadist Arbain #08: Mengajak Bersyahadat dan Shalat. https://rumaysho.com/18205-hadits-arbain-08-mengajak-bersyahadat-dan-shalat.html (diakses tanggal 23 Januari 2021).
16. Tausikal AM. Mendudukkan Akal pada Tempatnya. https://rumaysho.com/343-mendudukkan-akal-pada-tempatnya-1.html  (diakses tanggal 23 Januari 2021).
17. Muhammad Nashiruddin al Albani, Shahih Sunan Abu Daud, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. ke-1, hal. 20.
18. Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012. cet. ke-27, hal. 65.
19. Abu Bakar Jabir al-Jazairi, op.cit., hal. 303.
20. Sado BA. 2015. Waktu Shalat Dalam Perspektif Astronomi; Sebuah Integrasi Antara Sains Dan Agama. Jurnal Muamalat. 7(1). 
21. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003. cet. ke-1. hal. 24.
22. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003. cet. ke-1. hal. 26.
23. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2012. cet. ke-27. hal. 65.
24. Imran Efendy Hasibuan. Shalat Dalam Perspektif Fikih dan Tasawuf . Pekanbaru: CV. Gema Syukran Press. 2008. cet. ke-2. hal. 84-86.

Baiklah sekian dulu sobar genloverz one untuk makalahnya, selanjutkan judul makalah apa yang bagus untuk dibuat ya??? Coba tulis judul yang bagus di kolom komentar dibawah untuk dibuat selanjutnya> Semogan bermanfaat dan terima kasih.

Gambar oleh Iis Nur Siamil dari Pixabay

No comments for "Makalah tentang Shalat"